Hi…
Cerita ku yang pertama ini, menceritakan pengalaman ku di Kota asal ku, yaitu Manado. Tujuan perjalanan kali ini adalah Pulau Paniki, yang lebih sering dikenal dengan nama Pulau Paniki Pasir Timbul. Pulau ini terletak di Desa Kulu Kecamatan Wori Selatan, Minahasa Utara, Manado. Pulau ini adalah pulau yang masih tersembunyi dan belum banyak di kenal oleh banyak orang.
Pulau Paniki Pasir Timbul |
Rencana ini sebenarnya sudah lama ingin dilakukan, dan untuk
menuju ketempat ini terbilang tidak mudah, karena tidak ada transportasi umum
yang tersedia untuk menuju ke pulau ini. Akhirnya pada liburan aku kali ini,
aku bersama beberapa teman menuju ke Desa Kulu untuk mencari tahu dan menyewa
perahu kepada penduduk setempat. Untungnya salah satu temanku Agung sudah pernah menyewa dan kenal dengan
salah satu penduduk di Desa tersebut.
Minggu, 7
Agustus 2016
Aku pergi bersama Maysi, Agung, dan Nathan menuju Desa Kulu dari
area Bandara Samratulangi. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam menggunakan
motor. Sesampainya disana kami menuju area dermaga, disitu teman ku langsung
menuju rumah kedua dari pojok, tempat tinggal Ibu/Usi pemilik perahu yang
pernah disewa sebelumnya. Ibu pun mengatakan lebih baik kita
berkomunikasi juga dengan pengemudi perahunya, si bapak yang kebetulan tinggal di
sebelah rumah ibu tersebut. Setelah komunikasi dengan
keduanya akhirnya diputuskan untuk berangkat di tanggal 9 Agustus. Pak pengemudi juga menjelaskan tentang kondisi jalur penyebrangan yang tergantung pada pasang
surut air laut. Penyebrangan harus dilakukan maksimal jam setengah 12 siang,
karena setelahnya air akan surut dan perahu tidak bisa melintas. Akhirnya kami
sepakat untuk berangkat sekitar jam 11 siang.
Selasa, 9
Agustus 2016
Hari petualangan pun tiba! Kami berangkat berenam (Aku, Maysi, Sharon,
Landy, Agung, dan Billy) menuju Desa Kulu mengendarai mobil dan tiba di Desa
Kulu sekitar jam setengah 11 siang. Kami pun langsung mengunjungi rumah ibu tersebut, tapi si Ibu ternyata sedang ada di kebun dan perahu belum dikeluarkan.
Untungnya Pak pengemudi cukup gerak cepat, saat kami ganti baju dan bersiap, Bapak tersebut sudah mengeluarkan perahu dan sudah siap untuk menyeberang. Sekitar jam 11
siang kami baru mulai menyeberang menuju Pulau Paniki. Kami cukup khawatir,
karena waktunya cukup sempit menjelang air surut, untungnya masih dapat
dilewati oleh perahu. Perahu yang kami naiki cukup sempit dan kecil, kapasitas
perahu tersebut maksimal untuk 8 orang penumpang (1 orang per baris) dan 1
orang pengemudi perahu.
Perjalanan dari dermaga menuju Pulau Paniki menempuh waktu sekitar 15-20 menit. Kondisi
pasang surut air di area dermaga dan di area pulau berbeda. Sehingga pada saat
kami sampai, ketinggian air di pulau masih setinggi 20 cm, sedikit diatas mata
kaki orang dewasa. Sekitar 10-15 menit kemudian barulah air surut sempurna,
sehingga pulau pasir pun mulai terlihat jelas. Di pulau masih terdapat pohon-pohon
hijau yang berjejer, para pengunjung yang datang dapat membawa Hammock sendiri
untuk digantung di antara pohon-pohon tersebut. Di situ juga terdapat kerangka
bangunan setinggi 1-1,5 meter yang membentuk tangga dan alur-alur untuk para
pengunjung duduk atau menaruh barang-barang agar mencegah basah apabila air
pasang.
Kami pun mulai mengambil foto dan video di sekitar pulau tersebut.
Sekitar di atas jam 12 siang, tiba-tiba Pak pengemudi yang tadinya ikut bersantai
duduk diatas kerangka bangunan tersebut berteriak dari kejauhan kalau dia mau
kembali ke dermaga, dan bertanya kami mau dijemput jam berapa. Ketika kami
minta dijemput sekitar jam 3, si Bapak bilang tidak bisa jam segitu,
karena air di area pulau sedang surut-surutnya, perahu tidak bisa mendekat dan
menyarankan dijemput sekitar jam 6 sore.
Karena merasa jam 6 sore terlalu lama, akhirnya kami pulang sekitar jam
setengah 2 siang saja, si Bapak tersebut kami minta untuk menunggu sebentar lagi
tanpa perlu pulang dulu.
Santai dengan Hammock |
Foto bersama teman-teman |
Pulau ini benar-benar masih sangat jarang di kunjungi orang,
sampai-sampai waktu itu hanya ada kami ber6 yang ada di pulau. Pulau
seakan-akan milik kami berenam. Pasirnya begitu putih, bersih, tidak ada sampah
sama sekali, airnya begitu jernih, sehingga dasar nya pun terlihat. Selain
mengambil gambar, kami juga bermain air, sambil berenang. Waktu pun cepat
berlalu, akhirnya sudah jam setengah 2 siang, saatnya kami kembali.
Waktunya balik ke dermaga |
Perjalanan kali ini memang terbilang singkat, namun cukup
berkesan. Kapan lagi kami bisa pergi ke pulau yang serasa milik sendiri karena
tidak ada pengunjung lain sama sekali di pulau tersebut. Pemandangan dan
pengalaman tersebut tidak akan pernah terlupakan. Biayanya pun tidak terbilang
mahal apalagi dibagi berenam. Bagi kalian yang mau pergi ke pulau ini,
disarankan untuk mengatur perjalanan beberapa hari sebelumnya dan datang ke
Desa ini sebelum hari perjalanan, karena harus menyesuaikan jadwal si pemilik
& pengemudi perahunya. Apalagi karena di Desa ini tidak ada signal sama
sekali, jadi memang booking tidak dapat dilakukan melalui telpon.
Sekian cerita petualangan ku yang pertama, tidak ada petualangan
yang tidak berkesan, walaupun singkat tapi semua dapat menjadi satu pengalaman
baru yang tidak akan terlupakan, siapa tau ada kesempatan untuk datang lagi ke
pulau ini.